Tahun ini kita merayakan peringatan 84 tahun peristiwa
monumental dalam sejarah Indonesia, yaitu Sumpah Pemuda. Tetapi dalam 84 tahun
Sumpah Pemuda, masihkah kita, terutama pemuda, memaknai intisari dari pertiwa
bersejarah tersebut? Atau sudahkah kita terjebak dalam seremonial hari raya
belaka saat bicara Sumpah Pemuda?
Data Kementerian Dalam Negeri yang mencatat bahwa dalam tahun
ini sudah terjadi 89 kasus konflik sosial menunjukkan bahwa seruan para pemuda
Indonesia untuk kesatuan di tahun 1928 masih harus dikumandangkan. Pada tahun
1928, pemuda Indonesia dengan beragam latar belakang suku berikrar berbangsa, bertanah air dan berbahasa satu,
yaitu Indonesia. Semangat jaman kala itu mendorong mereka bersatu, dan juga
mengajak segenap bangsa untuk bersatu, guna memperoleh kemerdekaan.
Kemerdekaan dengan tujuan yang pada tahun 1945 diterjemahkan
dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Keadaan Indonesia 84 tahun
setelah Sumpah Pemuda dan 67 tahun pernyataan kemerdekaan masih dapat
diperdebatkan. Selain jumlah konflik sosial yang meningkat dari tahun 2011, di
Human Development Index (HDI) kita berada di posisi 124 dari 187 negara. Beban
sejarah kini jatuh di pundak pemuda-pemudi Indonesia untuk menentukan dan
membawa bangsa ini ke masa depan yang lebih baik.
Pemuda Indonesia di tahun 2012 memiliki kekuatan dalam jumlah
(strength by number) untuk membuat
perubahan dengan sekitar 168 juta orang Indonesia berumur di bawah 40 tahun
(data BPS). Ini berarti mayoritas penduduk Indonesia dari segi umur adalah
Generation X dan Generation Y. Istilah Gen X digunakan untuk mendefinisikan
orang-orang yang lahir antara tahun 1960-an sampai tahun awal dekade 1980-an.
Sedangkan Gen Y mendefinisikan orang-orang yang lahir dari awal dekade 1980-an
sampai awal dekade 2000-an. Tapi jumlah yang besar tidak akan ada artinya bila tidak
ada pergerakan.
Pada tahun 1998 di Indonesia, Gen X telah menjadi salah satu
motor penggerak perubahan dengan bergulirnya reformasi yang dimulai dari
demonstrasi para mahasiswa. Sekarang Gen X Indonesia sudah berada di tahap
kestabilan hidup pasca institusi pendidikan. Merekalah bonus demografi yang
sering dibahas para ahli saat ini. Namun resiko menjadi tulang punggung
kelompok usia produktif adalah Gen X bisa jadi sudah “melunak” dan lebih
memilih kestabilan daripada perubahan. Sebab bagi mereka yang hidupnya stabil
maka perubahan adalah sesuatu yang menakutkan karena ada ketidakpastian.
Sekarang juga ada Gen Y atau Generasi Milenial, yang
jumlahnya di Indonesia sekitar 96 juta orang (data BPS). Inilah generasi yang
akan menjadi masa depan Indonesia. Namun ada kekhawatiran sebab generasi ini
dikenal sebagai generasi yang lebih memikirkan diri sendiri, keluarga dan
kelompok kecil pertemanan dibanding kepentingan bangsa. Satu ciri ini yang
sangat membedakan pemuda Indonesia di tahun 1928 dengan Gen Y. Para pencetus
Sumpah Pemuda mengesampingkan semangat kelompok masing-masing untuk membentuk
semangat satu kebangsaan besar. Ini dilakukan karena mereka pada waktu itu
sama-sama melihat satu ancaman nyata di depan mata dalam bentuk penjajahan. Sedangkan
sekarang Gen Y sepertinya masih mencari bentuk nasionalisme versi mereka
sendiri di tengah rendahnya tingkat kepercayaan kepada proses politik dan hukum
di negeri ini.
Sejarah dunia sudah mencatat bahwa pemuda adalah penggerak
perubahan. Sekarang Indonesia memanggil Gen X dan Gen Y-nya untuk bergerak menyelamatkan
bangsa ini. Menyelamatkan Indonesia yang dipuji kebangkitan kelas menengahnya
walaupun sebenarnya sekitar 120 juta orang dari kelas menengah sangat rapuh
kekuatan ekonominya. Setiap saat mereka dapat jatuh miskin dengan naiknya harga
BBM dan pangan. Menyelamatkan Indonesia yang bangga disebut sebagai pasar
terbesar di Asia Tenggara tapi tidak mengejar agar bangga disebut sebagai
produsen terbesar di Asia Tenggara. Menyelamatkan Indonesia yang memiliki
semboyan Bhinneka Tunggal Ika tapi dengan mudah terhasut isu suku, agama, ras
dan antar kelompok yang mengarah kepada konflik sosial. Menyelamatkan Indonesia
yang mendapat sanjungan dari masyarakat internasional karena dikatakan kuat
secara ekonomi makro tapi mendapat kritik dari rakyatnya sendiri karena kasus
korupsi. Menyelamatkan Indonesia yang di dalamnya pemilihan umum bukan menjadi
pesta demokrasi rakyat tapi malah menjadi pesta demokrasi transaksional. Menyelamatkan
Indonesia yang lebih mementingkan individualisme dan bukan gotong royong
sebagai intisari dari Pancasila.
Gen X dan Gen Y Indonesia perlu melihat kembali perannya
masing-masing dalam gerakan penyelamatan bangsa. Gen X yang lahir di antara
awal dekade 1960-an hingga awal 1980-an sudah berada di posisi hidup yang bisa
mengubah sebuah ide menjadi kenyataan. Sebab mereka berada di umur yang umumnya
telah menempati posisi pengambil keputusan dalam berbagai bidang. Sedangkan Gen
Y yang lahir di awal dekade 1980-an hingga awal 2000-an berada dalam fase hidup
yang ideal guna menghasilkan ide atau pemikiran yang dapat menjawab tantangan
jamannya. Sebab mereka berada di umur yang umumnya sedang menempuh pendidikan
formal. Mereka yang akan menjalani masa depan bangsa ini dan karena itu mereka
yang seharusnya memikirkan bagaimana wujud bangsa ini ke depannya.
Paduan peran kedua Gen X dan Gen Y Indonesia menjadi dynamic duo (pasangan dinamis) yang akan mampu membawa Indonesia menjadi sebuah
bangsa yang memenuhi cita-cita dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Beban sejarah dan beban masa depan bangsa ini ada di pundak Gen X dan
Gen Y. Sekarang Indonesia memanggil mereka dan sudah saatnya mereka bertindak
memenuhi panggilan bangsanya.
No comments:
Post a Comment