Showing posts with label komunikasi. Show all posts
Showing posts with label komunikasi. Show all posts

January 20, 2017

The Age of Browsing Dangerously In Indonesia

Certainly, the hoax or fake news phenomena in social media is not exclusive nor new in Indonesia. But when it comes to nationwide impact of those hoaxes, they are. This piece argues that recent hoax with nationwide impact have brought Indonesia to an age of browsing dangerously.

The fresh memory of smear campaign utilizing hoax flying around social media in Indonesia during the 2014 presidential election would be prime example. Since those smear campaign often provokes horizontal conflicts such as race division and intolerance. Topics that go against Indonesia’s proud value of unity in diversity (Bhinneka Tunggal Ika).

State of Hoax Emergency
After the 2014 election is over, one expected the smear campaign through hoaxes to stop. Unfortunately, that is not the case in Indonesia. Even more unfortunate is those hoaxes have evolve being more creative and compelling in their presentation and narrative.

But make no mistake, they are still hoax, meaning they are false and often preposterous. We learn from the Indonesia Ministry of Communication and Informatics data, there are at least 800.000 Indonesian websites participating in disseminating hoax. It should be noted that not all those websites have ill intention. 

August 04, 2014

Fulfilling Millennials Craving for Personal Branding

As Millennials (Gen Y) more and more becomes the dominant generation, personal branding would be elevated into a whole new height. It would not be just for the use of public figures, or aspiring public figures, neither for people wanting to get a job. Personal branding would be some sort of basic need which brands should accommodate for the common Millennials. A generation that many have called wanting to be the center of attention, glorify being under the lime light, or the main star in the “hit show” that is his/her personal life.

In the last 5 years, we at LM Brand Strategist have done and encountered many requests to engage in personal branding projects for various public figures in various sectors. The main ingredient is quite simple that is being genuine or being yourself. An ingredient that most brand consultants we believe would agree. In a more practical level, that ingredient of being genuine can be divided into three areas. First, one’s track record. Second, one’s idea or vision. Third, one’s personalities. Also in a technical level, how would those three areas can be conveyed through the way one talk, act, dress, etc? All being combined and communicated to achieve that desired positioning in the minds of target audience (yes even personal branding need target audience) of “A specific topic = A Person”. For example ask yourself who does the term “Consultant” remind you of? Or the term “Mechanic”? The name of the person that pops out in your head when hearing those terms mean that person, intentional or not, has done a pretty good personal branding with you as the target audience.

June 26, 2014

Crowdsourcing Dalam Pilpres 2014

Sebagai seorang kader partai politik, praktisi komunikasi, dan pemerhati political marketing yang turut berpartisipasi di dua pemilihan presiden, tiga pemilu legislatif, dan berbagai pemilihan kepala daerah di Indonesia, ada sebuah fenomena baru yang saya lihat muncul secara signifikan di Pilpres 2014 sekarang yaitu crowdsourcing. Dalam ranah bisnis, crowdsourcing adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebuah kondisi kala sebuah ide/jasa/konten bukan dihasilkan secara satu arah dari sebuah institusi tapi dengan menggunakan kontribusi dari sekelompok individu di luar institusi tersebut, terutama dari komunitas online.

Singkatnya crowdsourcing adalah kegiatan kolaborasi institusi dengan berbagai individu eksternal yang umumnya dilakukan secara online. Kadang melibatkan kompensasi finansial namun sering secara gratis. Lihat Wikipedia sebagai contoh. Lewat sudah masa orang memiliki jejeran ensiklopedia di rumahnya. Berkat Wikipedia, sekarang dan ke depannya orang bisa cukup masuk dalam jaringan internet untuk mencari berbagai informasi tentang hampir semua topik.

January 13, 2013

Pencitraan: Dibenci tapi Dirindu

Dalam kosa kata politik Indonesia selama beberapa tahun terakhir dikenal istilah “pencitraan politik” yang acapkali menjadi sumber perdebatan negatif di masyarakat. Bagi banyak orang di Indonesia istilah tersebut digunakan secara negatif untuk menggambarkan seseorang/kelompok yang membangun citra (image) secara semu, atau tanpa adanya bukti nyata. Padahal mengingat pencitraan politik masuk ke dalam ranah pemasaran politik (political marketing) maka sebenarnya “produk” yang dijual ke pemilih ada empat. Pertama, ideologi dari partai politik. Kedua, program-program yang diajukan partai politik. Ketiga, rekam jejak (track record) partai politik. Keempat, karakteristik dari tokoh-tokoh yang ada di partai politik tersebut. Jadi secara teori, pencitraan politik seharusnya berakar pada kenyataan.

Namun jauh panggang dari api, pelaksanaan pencitraan politik telah berubah menjadi “politik pencitraan” yang lebih condong kepada propaganda. Dalam arti teknik tersebut digunakan untuk membangun citra guna memeroleh dukungan masyarakat, padahal acapkali tidak terasa kenyataannya. Sebagai buah dari metode kampanye politik modern, pencitraan politik mulai diterapkan di Indonesia pada masa pemilihan umum (pemilu) 2004 yang mengangkat Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden terpilih langsung pertama. Sistem pemilu presiden yang berubah menjadi pemilihan suara terbanyak juga menjadi pupuk yang menyuburkan praktik pencitraan politik di Indonesia. Ironisnya, praktik pencitraan politik yang turut berperan menghantarkan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden di tahun 2004, malah menuai kritik demi kritik selama 9 tahun pemerintahannya.

October 20, 2011

Konsultan Politik & Konsultan Kampanye

Di film horor “Bayi Ajaib” tahun 1982, ada satu adegan sang antagonis menyusun kembali makam keramat leluhurnya dengan harapan dibantu menjadi lurah. Satu demi satu batu makam dia tegakkan sambil berkata “jadi lurah…jadi lurah”. Sekarang pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) bertebaran di Indonesia sebagai efek diperluasnya otonomi daerah. Buat yang masih gaib mungkin masih seperti di film “Bayi Ajaib”, mencari bantuan leluhur untuk memenangkan Pemilukada. Tapi saat ini lebih banyak calon yang mencari bantuan konsultan politik guna memenangkan kursi di daerah. Layaknya pepatah “ada gula, ada semut”, semakin banyak calon maka makin banyak pula konsultan politik yang muncul.

Namun acapkali yang menyebut dirinya konsultan politik sebenarnya lebih tepat disebut konsultan kampanye. Jasa-jasa yang umumnya mereka sediakan adalah pelaksanaan survei, penyusunan strategi dan taktik kampanye, pembuatan materi komunikasi (pidato, pernyataan media, dll), design materi kreatif (iklan televisi, spanduk, billboard, poster, dll), penempatan iklan di media massa, penggalangan dukungan LSM atau ormas, dan event organizer. Berdasar pada jasa-jasa inilah para konsultan itu menjanjikan kemenangan atau kampanye yang menarik kepada para calon kepala daerah.

March 05, 2011

Teruskan atau Berubah

Teori pemasaran politik telah memaparkan begitu banyak strategi dan taktik untuk pemenangan pemilu dan komunikasi politik. Namun bagi kebanyakan praktisi hanya ada dua strategi besar dalam pemasaran politik untuk masa pemilihan umum (pemilu). Pertama adalah meneruskan apa yang ada sekarang. Kedua adalah merubah keadaan menjadi lebih baik.

Strategi pertama bertujuan untuk mempertahankan incumbent, atau yang sedang memegang posisi, sedangkan strategi kedua bertujuan untuk menggantikan incumbent. Berkaitan dengan tujuannya masing-masing maka otomatis yang satu mengedepankan keberhasilan incumbent sedangkan yang lain mengedepankan kegagalan incumbent. Inilah yang kebanyakan dilihat dan diterapkan praktisi pemasaran politik pada masa pemilu.

June 08, 2010

Pepesan Kosong Politik Indonesia

Istilah pepesan kosong sering kali digunakan oleh orang saat membahas secara negatif sebuah pernyataan yang tidak didukung oleh tindakan nyata. Berkaitan dengan itu, di dunia komunikasi dikenal istilah Pesan Pokok yaitu pesan utama yang ingin kita sampaikan kepada pemangku kepentingan. Pesan Pokok ini selalu dikembangkan dari dan disertai dengan fakta-fakta yang ada. Bila sebuah Pesan Pokok disampaikan tanpa fakta maka Pesan Pokok tersebut akan kehilangan makna, karena akhirnya akan dianggap hanya sekedar pepesan kosong. Inilah yang terjadi saat ini dengan politik Indonesia, saat begitu banyak yang disampaikan atau diteriakkan tapi tanpa kenyataan di belakangnya.

Tentu kita merasa bangga saat Presiden Indonesia mengatakan bahwa beliau ingin menjadikan negara ini sebagai negara terdepan dalam mengurangi emisi CO2. Namun komitmen tersebut menjadi pepesan kosong saat perusahaan diijinkan untuk beroperasi di daerah hutan lindung. Banyak dari kita memaklumi penjelasan pemerintah bahwa subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) harus dikurangi karena memberatkan keuangan negara. Tapi ini menjadi pepesan kosong saat diketahui bahwa porsi Anggaran Belanja Aparatur lebih tinggi dari Anggaran Belanja Publik.

January 30, 2010

Dari Tahun Pencitraan ke Tahun Produktivitas

Di tahun 2009, masyarakat Indonesia telah menikmati tontonan pencitraan partai dan tokoh politik yang saling bersaing memperoleh dukungan untuk memimpin negara ini. Sekarang setelah dimulainya tahun 2010 dan berakhirnya masa ‘bulan madu’ 100 hari pemerintahan baru, saatnya mereka menjadi produktif dan mulai memenuhi janji yang dibuat semasa Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden. Ini berarti mereka tidak bisa lagi bersandar hanya kepada aksi pencitraan tapi harus mengimbanginya dengan pekerjaan nyata yang dapat menyelesaikan permasalahan bangsa, negara, dan rakyat.

Teori pemasaran politik sendiri sudah menekankan pentingnya kinerja sebuah partai politik, selain kegiatan pemasaran atau pencitraannya. Lees-Marshment (2001) melalui teori Market-Oriented Party (MOP)-nya mengutarakan bahwa setelah masa pemilihan berakhir, partai politik harus dapat memenuhi janji atau produk politik yang sudah ditawarkan kepada masyarakat atau pemilih. Begitu juga Henneberg dan Eghbalian (2002) yang membahas tentang cara meningkatkan perolehan suara dengan memberikan kepuasan kepada pemilih atau masyarakat. Pertanyaan yang mengkhawatirkan adalah bagaimana bila kepuasan masyarakat diperoleh melalui pencitraan dan bukannya hasil nyata?

May 27, 2009

Positioning dan Pembentukan Citra Partai Politik melalui Koalisi

Saat ini Indonesia sedang disibukkan dengan pembahasan beberapa koalisi partai politik (parpol) menjelang pemilihan presiden. Pertama-tama ada koalisi kebangsaan, lalu Golkar-Hanura, kemudian Partai Demokrat-PKS-PPP-PAN-PKB. Terakhir adalah koalisi PDI Perjuangan-Gerindra melalui deklarasi Megawati-Prabowo sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Ada yang berpendapat bahwa koalisi sekarang sebatas pencarian kekuasaan. Ada juga yang mengatakan ini sebagai langkah strategis untuk pembangunan bangsa lima tahun ke depan. Dalam tulisan ini koalisi merupakan langkah strategis dalam menentukan positioning dan pembentukan citra sebuah parpol.

Positioning menjadi penting di tengah sistem ultra parpol di Indonesia seperti sekarang. Tanpa positioning yang unik maka sebuah parpol akan sulit membedakan dirinya dari yang lain. Positioning berguna tidak hanya pada masa pemilu tapi juga saat pemerintahan berjalan. Bila saat pemilu fungsinya adalah menarik perhatian pemilih maka pada saat pemerintahan berjalan positioning dapat berguna untuk menjalin hubungan dengan masyarakat. Selama masa menjalin hubungan inilah dapat dilakukan pembentukan atau penguatan citra parpol yang bertujuan untuk menguatkan hubungan antara parpol dengan masyarakat.