Showing posts with label politik. Show all posts
Showing posts with label politik. Show all posts

January 20, 2017

The Age of Browsing Dangerously In Indonesia

Certainly, the hoax or fake news phenomena in social media is not exclusive nor new in Indonesia. But when it comes to nationwide impact of those hoaxes, they are. This piece argues that recent hoax with nationwide impact have brought Indonesia to an age of browsing dangerously.

The fresh memory of smear campaign utilizing hoax flying around social media in Indonesia during the 2014 presidential election would be prime example. Since those smear campaign often provokes horizontal conflicts such as race division and intolerance. Topics that go against Indonesia’s proud value of unity in diversity (Bhinneka Tunggal Ika).

State of Hoax Emergency
After the 2014 election is over, one expected the smear campaign through hoaxes to stop. Unfortunately, that is not the case in Indonesia. Even more unfortunate is those hoaxes have evolve being more creative and compelling in their presentation and narrative.

But make no mistake, they are still hoax, meaning they are false and often preposterous. We learn from the Indonesia Ministry of Communication and Informatics data, there are at least 800.000 Indonesian websites participating in disseminating hoax. It should be noted that not all those websites have ill intention. 

July 10, 2014

Rindu Rasa Tanpa SARA

Selama 69 tahun kemerdekaan Indonesia, satu wacana seakan tak pernah sirna dalam kehidupan bangsa kita yaitu tentang SARA (suku, agama, ras, antar golongan). Sejak masa sidang BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan), perdebatan Indonesia merdeka itu negara siapa telah ada. Apakah untuk kelompok ras tertentu? Apakah untuk kelompok agama tertentu? Apakah untuk kelompok suku tertentu? Kita berpikir dengan ditetapkan Pancasila dan UUD 1945 perdebatan itu telah selesai. Bahwa Indonesia yang merdeka adalah negara untuk semua. Sayangnya di masa modern sekarang, perdebatan itu tampak belum benar-benar tuntas.

June 26, 2014

Crowdsourcing Dalam Pilpres 2014

Sebagai seorang kader partai politik, praktisi komunikasi, dan pemerhati political marketing yang turut berpartisipasi di dua pemilihan presiden, tiga pemilu legislatif, dan berbagai pemilihan kepala daerah di Indonesia, ada sebuah fenomena baru yang saya lihat muncul secara signifikan di Pilpres 2014 sekarang yaitu crowdsourcing. Dalam ranah bisnis, crowdsourcing adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebuah kondisi kala sebuah ide/jasa/konten bukan dihasilkan secara satu arah dari sebuah institusi tapi dengan menggunakan kontribusi dari sekelompok individu di luar institusi tersebut, terutama dari komunitas online.

Singkatnya crowdsourcing adalah kegiatan kolaborasi institusi dengan berbagai individu eksternal yang umumnya dilakukan secara online. Kadang melibatkan kompensasi finansial namun sering secara gratis. Lihat Wikipedia sebagai contoh. Lewat sudah masa orang memiliki jejeran ensiklopedia di rumahnya. Berkat Wikipedia, sekarang dan ke depannya orang bisa cukup masuk dalam jaringan internet untuk mencari berbagai informasi tentang hampir semua topik.

June 23, 2013

Lain Brasil, Lain Indonesia

Demonstrasi di Brasil tengah berlangsung marak di tengah berlangsungnya Piala Konfederasi 2013 dan persiapan Piala Dunia Brasil 2014. Uniknya Presiden Brasil Dilma Rousseff mengatakan apa yang sedang terjadi di negaranya sebagai demonstrasi dari kelas menengah yang menuntut taraf kehidupan yang lebih tinggi. Rakyat Brasil menyatakan sudah muak dengan korupsi, tingginya biaya transportasi umum, dan buruknya layanan kesehatan.

Demonstrasi kelas menengah Brasil tersebut menarik karena seakan mematahkan pendapat bahwa kelas menengah dan mapan ekonomi cenderung memilih kestabilan dibanding gunjang ganjing yang dapat memengaruhi kondisi ekonomi mereka. Walaupun ada juga pendapat di International Herald Tribune edisi 22-23 Juni 2013 yang mengatakan bahwa rakyat Brasil turun ke jalan menuntut perubahan karena ada stagnasi atas taraf hidup mereka selama ini yang terkenal dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat.

May 30, 2013

Keturunan Politisi: Salah Bunda Mengandung?

Nanti kamu harus jadi orang yang berguna untuk bangsa dan negara”…itulah salah satu pesan dari almarhum ayah saya. Seorang politisi senior yang membesarkan anak-anaknya dengan harapan kami dapat menjadi orang berguna. Sedari kecil kami selalu diberi wejangan, pencerahan dan didorong agar berhasil di bidang pendidikan. Dari tiga bersaudara, akhirnya saya yang terjun dan mendalami dunia politik, sembari terus mengingat pesan yang yang almarhum ayah pernah berikan.

Saya yakin ada banyak anak politisi lain yang mengalami hal serupa. Ada yang akhirnya memilih jalur lain, ada yang memutuskan untuk masuk jalur politik. Ibarat pepatah asing “the apple does not fall far from the tree”, itulah anak-anak politisi yang kemudian terlibat dalam bidang politik.

January 13, 2013

Pencitraan: Dibenci tapi Dirindu

Dalam kosa kata politik Indonesia selama beberapa tahun terakhir dikenal istilah “pencitraan politik” yang acapkali menjadi sumber perdebatan negatif di masyarakat. Bagi banyak orang di Indonesia istilah tersebut digunakan secara negatif untuk menggambarkan seseorang/kelompok yang membangun citra (image) secara semu, atau tanpa adanya bukti nyata. Padahal mengingat pencitraan politik masuk ke dalam ranah pemasaran politik (political marketing) maka sebenarnya “produk” yang dijual ke pemilih ada empat. Pertama, ideologi dari partai politik. Kedua, program-program yang diajukan partai politik. Ketiga, rekam jejak (track record) partai politik. Keempat, karakteristik dari tokoh-tokoh yang ada di partai politik tersebut. Jadi secara teori, pencitraan politik seharusnya berakar pada kenyataan.

Namun jauh panggang dari api, pelaksanaan pencitraan politik telah berubah menjadi “politik pencitraan” yang lebih condong kepada propaganda. Dalam arti teknik tersebut digunakan untuk membangun citra guna memeroleh dukungan masyarakat, padahal acapkali tidak terasa kenyataannya. Sebagai buah dari metode kampanye politik modern, pencitraan politik mulai diterapkan di Indonesia pada masa pemilihan umum (pemilu) 2004 yang mengangkat Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden terpilih langsung pertama. Sistem pemilu presiden yang berubah menjadi pemilihan suara terbanyak juga menjadi pupuk yang menyuburkan praktik pencitraan politik di Indonesia. Ironisnya, praktik pencitraan politik yang turut berperan menghantarkan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden di tahun 2004, malah menuai kritik demi kritik selama 9 tahun pemerintahannya.

April 15, 2012

Ketika Kursi Menjadi Tahta


Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) telah disahkan di Sidang Paripurna DPR-RI 12 April 2012. Ini adalah UU yang dinantikan banyak partai politik (parpol) dan orang yang ingin menjadi calon legislatif (caleg) karena menandakan bahwa proses pemilu 2014 telah dimulai. Akan ada 560 kursi DPR-RI yang diperebutkan, belum termasuk kursi di DPRD tingkat I (provinsi) dan tingkat II (kabupaten/kota). Tapi melihat UU Pemilu, termasuk proses pembahasannya di DPR-RI, tampak bahwa kursi yang nantinya menjadi wujud perwakilan dan harapan suara rakyat diperlakukan sebagai tahta oleh beberapa pihak.

Maksud dari memperlakukan kursi perwakilan sebagai tahta adalah ketika dalam pembentukan sistem pemilu, dasar pemikirannya adalah keberlangsungan kekuasaan politik pihak tertentu dan bukannya kesehatan demokrasi Indonesia. Memang kekuasaan politik diperlukan untuk membuat perubahan tapi sangat tipis bedanya dengan keinginan egois kelompok politik. Cara membedakan keduanya bisa dilihat dari landasan pemikiran dan juga perilaku kelompok politik tersebut.

March 05, 2011

Teruskan atau Berubah

Teori pemasaran politik telah memaparkan begitu banyak strategi dan taktik untuk pemenangan pemilu dan komunikasi politik. Namun bagi kebanyakan praktisi hanya ada dua strategi besar dalam pemasaran politik untuk masa pemilihan umum (pemilu). Pertama adalah meneruskan apa yang ada sekarang. Kedua adalah merubah keadaan menjadi lebih baik.

Strategi pertama bertujuan untuk mempertahankan incumbent, atau yang sedang memegang posisi, sedangkan strategi kedua bertujuan untuk menggantikan incumbent. Berkaitan dengan tujuannya masing-masing maka otomatis yang satu mengedepankan keberhasilan incumbent sedangkan yang lain mengedepankan kegagalan incumbent. Inilah yang kebanyakan dilihat dan diterapkan praktisi pemasaran politik pada masa pemilu.

August 02, 2010

Keterpilihan dan Kemampuan

Akhir-akhir ini kita banyak melihat selebritas yang berputar haluan menjadi calon dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Modal utama para selebritas itu adalah kenyataan bahwa mereka merupakan tokoh-tokoh populer di mata masyarakat. Logikanya kepopuleran seorang selebriti akan bergerak sebanding dengan keterpilihannya sebagai calon. Bila kita berorientasi kepada kedudukan dan kekuasaan, penghitungan keterpilihan saja mungkin cukup. Namun saat kita membicarakan tentang tata kelola negara maka kemampuan seorang calon juga menjadi faktor penting.

Maksud dari keterpilihan adalah tingkat daya tarik seorang calon untuk dipilih. Saat seseorang menjadi calon dalam suatu pemilihan, hal pertama yang umumnya diukur adalah tingkat keterpilihannya. Ini yang umumnya dilakukan oleh lembaga-lembaga survei dan dipaparkan hasilnya untuk menjadi bahan diskusi di media dan masyarakat. Pengukuran tingkat keterpilihan seorang calon juga menjadi bekal untuk penyusunan strategi kampanye pemenangan pemilihan. Hal ini sangat umum dilakukan di Amerika Serikat (A.S) yang sudah memiliki industri kampanye pemilihan yang matang.

June 08, 2010

Pepesan Kosong Politik Indonesia

Istilah pepesan kosong sering kali digunakan oleh orang saat membahas secara negatif sebuah pernyataan yang tidak didukung oleh tindakan nyata. Berkaitan dengan itu, di dunia komunikasi dikenal istilah Pesan Pokok yaitu pesan utama yang ingin kita sampaikan kepada pemangku kepentingan. Pesan Pokok ini selalu dikembangkan dari dan disertai dengan fakta-fakta yang ada. Bila sebuah Pesan Pokok disampaikan tanpa fakta maka Pesan Pokok tersebut akan kehilangan makna, karena akhirnya akan dianggap hanya sekedar pepesan kosong. Inilah yang terjadi saat ini dengan politik Indonesia, saat begitu banyak yang disampaikan atau diteriakkan tapi tanpa kenyataan di belakangnya.

Tentu kita merasa bangga saat Presiden Indonesia mengatakan bahwa beliau ingin menjadikan negara ini sebagai negara terdepan dalam mengurangi emisi CO2. Namun komitmen tersebut menjadi pepesan kosong saat perusahaan diijinkan untuk beroperasi di daerah hutan lindung. Banyak dari kita memaklumi penjelasan pemerintah bahwa subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) harus dikurangi karena memberatkan keuangan negara. Tapi ini menjadi pepesan kosong saat diketahui bahwa porsi Anggaran Belanja Aparatur lebih tinggi dari Anggaran Belanja Publik.

March 17, 2010

Demokrasi Milik Siapa: Kembalinya Demos Dalam Demokrasi

Banyak artikel tentang demokrasi yang memulai dengan pembahasan akar kata demos dan kratos yang berarti kekuasaan rakyat. Pengalaman bangsa Indonesia selama Orde Baru sangatlah jauh dari kata demokrasi. Saat itu kemajuan ekonomi dibayar dengan kebisuan kritik dan tumpulnya pemikiran kritis, di bawah kepemimpinan oligarki. Setelah tiga kali Pemilihan Umum yang ‘bebas’ sejak 1998, sekarang ini kita melihat munculnya fenomena baru saat suara rakyat mengalahkan suara kekuasaan struktural. Seperti yang terjadi pada kasus Prita, Bibit-Chandra, dan Bank Century. Ketiganya merupakan contoh ideal kembalinya demos dalam kata demokrasi.

Selama masa Orde Baru, bangsa Indonesia mengenal demokrasi kopong. Dari luar tampaknya baik namun isinya tidak ada. Saat itu Indonesia menyatakan diri sebagai penganut demokrasi tapi yang terjadi adalah oligarki menjurus diktatorial. Pembangunan ekonomi kita yang dikatakan maju diselimuti oleh kestabilan berdasarkan ketakutan. Jangankan menyuarakan perbedaan atau kritik politik, berpikir berbeda pun kita dihambat secara sistematis melalui sistem pendidikan dan penyuluhan.

January 30, 2010

Dari Tahun Pencitraan ke Tahun Produktivitas

Di tahun 2009, masyarakat Indonesia telah menikmati tontonan pencitraan partai dan tokoh politik yang saling bersaing memperoleh dukungan untuk memimpin negara ini. Sekarang setelah dimulainya tahun 2010 dan berakhirnya masa ‘bulan madu’ 100 hari pemerintahan baru, saatnya mereka menjadi produktif dan mulai memenuhi janji yang dibuat semasa Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden. Ini berarti mereka tidak bisa lagi bersandar hanya kepada aksi pencitraan tapi harus mengimbanginya dengan pekerjaan nyata yang dapat menyelesaikan permasalahan bangsa, negara, dan rakyat.

Teori pemasaran politik sendiri sudah menekankan pentingnya kinerja sebuah partai politik, selain kegiatan pemasaran atau pencitraannya. Lees-Marshment (2001) melalui teori Market-Oriented Party (MOP)-nya mengutarakan bahwa setelah masa pemilihan berakhir, partai politik harus dapat memenuhi janji atau produk politik yang sudah ditawarkan kepada masyarakat atau pemilih. Begitu juga Henneberg dan Eghbalian (2002) yang membahas tentang cara meningkatkan perolehan suara dengan memberikan kepuasan kepada pemilih atau masyarakat. Pertanyaan yang mengkhawatirkan adalah bagaimana bila kepuasan masyarakat diperoleh melalui pencitraan dan bukannya hasil nyata?

May 27, 2009

Positioning dan Pembentukan Citra Partai Politik melalui Koalisi

Saat ini Indonesia sedang disibukkan dengan pembahasan beberapa koalisi partai politik (parpol) menjelang pemilihan presiden. Pertama-tama ada koalisi kebangsaan, lalu Golkar-Hanura, kemudian Partai Demokrat-PKS-PPP-PAN-PKB. Terakhir adalah koalisi PDI Perjuangan-Gerindra melalui deklarasi Megawati-Prabowo sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Ada yang berpendapat bahwa koalisi sekarang sebatas pencarian kekuasaan. Ada juga yang mengatakan ini sebagai langkah strategis untuk pembangunan bangsa lima tahun ke depan. Dalam tulisan ini koalisi merupakan langkah strategis dalam menentukan positioning dan pembentukan citra sebuah parpol.

Positioning menjadi penting di tengah sistem ultra parpol di Indonesia seperti sekarang. Tanpa positioning yang unik maka sebuah parpol akan sulit membedakan dirinya dari yang lain. Positioning berguna tidak hanya pada masa pemilu tapi juga saat pemerintahan berjalan. Bila saat pemilu fungsinya adalah menarik perhatian pemilih maka pada saat pemerintahan berjalan positioning dapat berguna untuk menjalin hubungan dengan masyarakat. Selama masa menjalin hubungan inilah dapat dilakukan pembentukan atau penguatan citra parpol yang bertujuan untuk menguatkan hubungan antara parpol dengan masyarakat.

April 16, 2009

Menyambut Era Baru Partai Politik Di Indonesia

Beberapa hasil quick count Pemilihan Umum (pemilu) legislatif 2009 menunjukkan Partai Demokrat unggul dalam perolehan suara dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dan Golongan Karya (Golkar). Demokrat diperkirakan akan meraih sekitar 20% suara sedangkan PDI Perjuangan dan Golkar sekitar 14% suara masing-masing. Ini tentu sebuah hasil yang cukup mengejutkan karena sebelumnya PDI Perjuangan dan Golkar dikenal memiliki mesin partai yang jauh lebih kuat dibandingkan Demokrat. Perkiraan hasil quick count tersebut seakan pertanda bahwa sudah saatnya partai politik (parpol) di Indonesia harus melakukan introspeksi diri dan melakukan perubahan agar dapat mengikuti jaman.

Perubahan sudah mulai terlihat dengan diadopsinya metode kampanye politik modern oleh para parpol selama masa kampanye pemilu 2009. Mulai dari pencitraan Partai Demokrat yang menggunakan kesuksesan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), adaptasi penggunaan tehnik Multi Level Marketing (MLM) oleh Partai Matahari Bangsa (PMB), sampai penggunaan tenaga sukarelawan grass root di luar struktur partai saat berkampanye oleh beberapa calon anggota legislatif (caleg). Namun perubahan ini baru sebatas cara menarik pemilih dan belum memperlihatkan perubahan dalam fungsi parpol di tengah masyarakat.

April 11, 2009

Pesta Demokrasi Di Indonesia: Perjuangan Tanpa Henti Menuju Demokrasi Substansial

Setelah berbagai keraguan dan protes dari beberapa kalangan/kelompok, terlaksana juga pemilihan umum (pemilu) legislatif 2009. Saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedang mengumpulkan hasil penghitungan suara dari berbagai Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan berbagai analisa serta perkiraan terus bermunculan di media tentang siapa yang akan menjadi pemenang pemilu legislatif tahun ini. Selain yang merayakan, ada juga yang mengkritik. Mulai dari laporan manipulasi survei penghitungan cepat, Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak lengkap, ketidak siapan KPU dalam penyebaran logistik, sampai persentasi Golongan Putih (golput) atau mereka yang tidak dapat/tidak mau memilih yang mencapai 30-40%. Namun tampak persamaan pandangan bahwa pemilu 2009 adalah pemilu yang penting untuk Indonesia di masa depan.

Ada beberapa pendapat perihal mengapa pemilu 2009 penting untuk Indonesia di masa depan. Beberapa bulan yang lalu, seorang ahli politik berpendapat bahwa pemilu ini akan menjadi kesempatan terakhir untuk golongan lama seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Megawati (Mega), Wiranto, dll untuk duduk di kursi pemerintahan. Ada juga yang berpendapat bahwa dengan keputusan MK tentang pemilihan anggota legislatif berdasarkan suara terbanyak di pemilu ini maka mereka yang nantinya terpilih akan semakin dekat dengan rakyat, tidak seperti apa yang telah terjadi selama ini. Dari perspektif ekonomi, pemilu 2009 diharapkan dapat melanjutkan kestabilan negara untuk menopang perkembangan ekonomi Indonesia di tengah krisis ekonomi global. Banyak harapan yang diletakkan pada pemilu 2009 tapi orang sebaiknya jangan lupa bahwa pemilu hanyalah langkah awal dalam sistem demokrasi.