Showing posts with label partai politik. Show all posts
Showing posts with label partai politik. Show all posts

January 09, 2014

Seru Pilpres, Perlu Pileg

Indonesia sudah masuk tahun politik dengan akan dilangsungkannya pemilihan umum legislatif (Pileg), pada bulan April 2014, dan pemilihan presiden (Pilpres), sekitar bulan Juli 2014. Membaca berbagai pemberitaan media massa dan diskusi publik di jejaring sosial seperti Twitter, tampak perhatian banyak orang lebih tertuju kepada Pilpres dibandingkan Pileg.

Setidaknya ada tiga faktor mengapa ini terjadi. Pertama, figur tokoh yang dianggap/menyatakan akan menjadi capres lebih menarik ketika dibahas baik di media massa maupun jejaring sosial. Kedua, hasil Pileg lebih kurang ketepatan perkiraan hasilnya dianggap sudah tinggi. Ketiga, tingkat kepercayaan publik/pemilih kepada partai politik (parpol) sedang berada di titik yang rendah.

Novel Capres 2014

January 13, 2013

Pencitraan: Dibenci tapi Dirindu

Dalam kosa kata politik Indonesia selama beberapa tahun terakhir dikenal istilah “pencitraan politik” yang acapkali menjadi sumber perdebatan negatif di masyarakat. Bagi banyak orang di Indonesia istilah tersebut digunakan secara negatif untuk menggambarkan seseorang/kelompok yang membangun citra (image) secara semu, atau tanpa adanya bukti nyata. Padahal mengingat pencitraan politik masuk ke dalam ranah pemasaran politik (political marketing) maka sebenarnya “produk” yang dijual ke pemilih ada empat. Pertama, ideologi dari partai politik. Kedua, program-program yang diajukan partai politik. Ketiga, rekam jejak (track record) partai politik. Keempat, karakteristik dari tokoh-tokoh yang ada di partai politik tersebut. Jadi secara teori, pencitraan politik seharusnya berakar pada kenyataan.

Namun jauh panggang dari api, pelaksanaan pencitraan politik telah berubah menjadi “politik pencitraan” yang lebih condong kepada propaganda. Dalam arti teknik tersebut digunakan untuk membangun citra guna memeroleh dukungan masyarakat, padahal acapkali tidak terasa kenyataannya. Sebagai buah dari metode kampanye politik modern, pencitraan politik mulai diterapkan di Indonesia pada masa pemilihan umum (pemilu) 2004 yang mengangkat Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden terpilih langsung pertama. Sistem pemilu presiden yang berubah menjadi pemilihan suara terbanyak juga menjadi pupuk yang menyuburkan praktik pencitraan politik di Indonesia. Ironisnya, praktik pencitraan politik yang turut berperan menghantarkan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden di tahun 2004, malah menuai kritik demi kritik selama 9 tahun pemerintahannya.

April 15, 2012

Ketika Kursi Menjadi Tahta


Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) telah disahkan di Sidang Paripurna DPR-RI 12 April 2012. Ini adalah UU yang dinantikan banyak partai politik (parpol) dan orang yang ingin menjadi calon legislatif (caleg) karena menandakan bahwa proses pemilu 2014 telah dimulai. Akan ada 560 kursi DPR-RI yang diperebutkan, belum termasuk kursi di DPRD tingkat I (provinsi) dan tingkat II (kabupaten/kota). Tapi melihat UU Pemilu, termasuk proses pembahasannya di DPR-RI, tampak bahwa kursi yang nantinya menjadi wujud perwakilan dan harapan suara rakyat diperlakukan sebagai tahta oleh beberapa pihak.

Maksud dari memperlakukan kursi perwakilan sebagai tahta adalah ketika dalam pembentukan sistem pemilu, dasar pemikirannya adalah keberlangsungan kekuasaan politik pihak tertentu dan bukannya kesehatan demokrasi Indonesia. Memang kekuasaan politik diperlukan untuk membuat perubahan tapi sangat tipis bedanya dengan keinginan egois kelompok politik. Cara membedakan keduanya bisa dilihat dari landasan pemikiran dan juga perilaku kelompok politik tersebut.

May 27, 2009

Positioning dan Pembentukan Citra Partai Politik melalui Koalisi

Saat ini Indonesia sedang disibukkan dengan pembahasan beberapa koalisi partai politik (parpol) menjelang pemilihan presiden. Pertama-tama ada koalisi kebangsaan, lalu Golkar-Hanura, kemudian Partai Demokrat-PKS-PPP-PAN-PKB. Terakhir adalah koalisi PDI Perjuangan-Gerindra melalui deklarasi Megawati-Prabowo sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Ada yang berpendapat bahwa koalisi sekarang sebatas pencarian kekuasaan. Ada juga yang mengatakan ini sebagai langkah strategis untuk pembangunan bangsa lima tahun ke depan. Dalam tulisan ini koalisi merupakan langkah strategis dalam menentukan positioning dan pembentukan citra sebuah parpol.

Positioning menjadi penting di tengah sistem ultra parpol di Indonesia seperti sekarang. Tanpa positioning yang unik maka sebuah parpol akan sulit membedakan dirinya dari yang lain. Positioning berguna tidak hanya pada masa pemilu tapi juga saat pemerintahan berjalan. Bila saat pemilu fungsinya adalah menarik perhatian pemilih maka pada saat pemerintahan berjalan positioning dapat berguna untuk menjalin hubungan dengan masyarakat. Selama masa menjalin hubungan inilah dapat dilakukan pembentukan atau penguatan citra parpol yang bertujuan untuk menguatkan hubungan antara parpol dengan masyarakat.

April 16, 2009

Menyambut Era Baru Partai Politik Di Indonesia

Beberapa hasil quick count Pemilihan Umum (pemilu) legislatif 2009 menunjukkan Partai Demokrat unggul dalam perolehan suara dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dan Golongan Karya (Golkar). Demokrat diperkirakan akan meraih sekitar 20% suara sedangkan PDI Perjuangan dan Golkar sekitar 14% suara masing-masing. Ini tentu sebuah hasil yang cukup mengejutkan karena sebelumnya PDI Perjuangan dan Golkar dikenal memiliki mesin partai yang jauh lebih kuat dibandingkan Demokrat. Perkiraan hasil quick count tersebut seakan pertanda bahwa sudah saatnya partai politik (parpol) di Indonesia harus melakukan introspeksi diri dan melakukan perubahan agar dapat mengikuti jaman.

Perubahan sudah mulai terlihat dengan diadopsinya metode kampanye politik modern oleh para parpol selama masa kampanye pemilu 2009. Mulai dari pencitraan Partai Demokrat yang menggunakan kesuksesan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), adaptasi penggunaan tehnik Multi Level Marketing (MLM) oleh Partai Matahari Bangsa (PMB), sampai penggunaan tenaga sukarelawan grass root di luar struktur partai saat berkampanye oleh beberapa calon anggota legislatif (caleg). Namun perubahan ini baru sebatas cara menarik pemilih dan belum memperlihatkan perubahan dalam fungsi parpol di tengah masyarakat.