Cobaan demi cobaan terus mendera Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) Repubik Indonesia belakangan ini. Mulai dari kasus korupsi,
kunjungan ke luar negeri yang didaulat sebagai pemborosan, renovasi dan pembangunan
gedung baru yang biayanya dianggap terlalu berlebihan, produktifitas legislasi
yang rendah, kapasitas anggota DPR yang dianggap tidak mumpuni, dll. Walaupun
beberapa kritikan/masukan ada yang valid, namun dengan berbagai sorotan yang
terus mendera muncul pula analisa bahwa serangan atas citra DPR merupakan
bagian rencana terkoordinir guna mendelegitimasi DPR sebagai sebuah lembaga
negara. Baik itu kritik konstruktif ataupun serangan bermotif, kualitas DPR
sebagai salah satu kaki dari trias politica
memang perlu terus ditingkatkan. Namun untuk melakukan itu perlu dipahami
secara utuh fungsi dan manfaat keberadaan DPR dalam sistem politik Indonesia.
Di tahun 2013, sesuai peraturan KPU No 18/2012
tentang tahapan pemilu legislatif, akan dimulai proses administrasi penentuan
Daftar Calon Sementara (DCS) dan Daftar Calon Tetap (DCT) untuk masing-masing
partai politik (parpol). Daftar tersebut bukan hanya akan memuat nama tapi
sebenarnya juga akan memuat harapan. Bagi parpol, daftar tersebut akan memuat
harapan bahwa calon-calon legislatif (caleg) yang bisa menguatkan pendulangan
suara parpol di pileg 2014 guna menghasilkan pegangan yang kuat, secara
kuantitatif dan kualitatif, di DPR nantinya. Bagi para caleg sendiri, daftar
tersebut akan memuat harapan mereka masing-masing guna mewujudkan mimpinya di
dunia politik, baik itu mimpi ideologis atau mimpi kepentingan pribadi. Bagi
rakyat di masing-masing daerah pemilihan (dapil), daftar tersebut memuat
harapan mereka agar ada wakil-wakilnya yang bisa memperjuangkan aspirasi rakyat
di dapil-dapil tersebut.
Pasca keanehan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) di
tahun 2009 yang menyatakan pileg menggunakan cara suara terbanyak, yaitu caleg
terpilih menjadi anggota DPR bukan berdasar nomer urut tapi jumlah suara yang
secara individu diperoleh, sudah hampir pasti di masing-masing dapil akan
terjadi jeruk makan jeruk. Maksudnya setiap caleg tidak hanya akan merasa harus
bertarung dengan caleg dari parpol lain, namun juga dari parpolnya sendiri. Dari
peperangan Bharata Yuda para caleg inilah akan lahir anggota-anggota DPR yang
selama lima tahun yang akan menyandang harapan parpol, dirinya sendiri dan
pemilih di dapil masing-masing, dalam koridor tiga fungsi mereka sesuai UUD 1945,
UU No 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), Tata Tertib DPR, dan tentu platform (landasan) masing-masing parpol.
Ketiga fungsi tersebut adalah fungsi legislatif, fungsi pengawasan, dan fungsi
anggaran.
Fungsi yang pertama, legislatif, dapat dikatakan
sebagai fungsi utama dari anggota DPR. Fungsi ini yang membuat mereka dikenal
dalam bahasa politik internasional sebagai legislator
atau law maker. Fungsi inilah yang
memungkinkan, dan mengharuskan, anggota DPR untuk terlibat dalam proses
pembuatan dan pengesahan Undang-Undang (UU). Fungsi ini yang memberikan
validitas kepada kritik atas kuantitas dan kualitas legislasi, atau UU, yang
dihasilkan DPR setiap tahunnya.
Fungsi yang kedua, pengawasan, adalah fungsi yang
memang terkandung dalam semangat trias politica
(eksekutif, legislatif, yudikatif) yaitu check
& balance serta pemisahan
kekuasaan (separation of power). Sesuai
dengan sejarah Indonesia di masa Orde Baru (Orba) yang kekuatan eksekutif-nya
begitu besar, fungsi pengawasan DPR turut mewakili semangat sejarah bangsa.
Yaitu agar lembaga legislatif tidak lagi hanya sekedar menjadi lembaga pemberi stempel
persetujuan (stamp of approval) basa
basi atas tindak laku lembaga eksekutif. Itu sebabnya di dalam UUD 1945 dan
berbagai UU, pemerintah dalam mengambil berbagai keputusan yang sifatnya
strategis harus berkonsultasi terlebih dahulu dan mendapat persetujuan dari
DPR. Fungsi pengawasan juga memberikan mandat rakyat kepada para anggota DPR
guna mengawasi bila ada pelanggaran UU dan ketidakadilan yang terjadi di tengah
kehidupan rakyat. Fungsi ini mengharuskan anggota DPR menjadi sebuah menara
mercusuar yang memberikan panduan kepada kapal eksekutif dan peringatan bila
kapal yang mengangkut rakyat Indonesia tersebut sedang berlayar ke arah yang
salah atau membahayakan.
Fungsi yang ketiga, anggaran, adalah fungsi yang
seringkali menjadi sumber kontroversi akhir-akhir ini terutama terkait
keterlibatan DPR dalam proses penyusunan anggaran hingga tingkat Satuan Tiga (dokumen
anggaran yang memuat deskripsi program dan rincian alokasi pagu anggaran per
program). Kewenangan tersebut oleh beberapa pihak dianggap sebagai biang keladi
permainan anggaran yang dikatakan terjadi di DPR. Sejak tahun 2008, pihak
pemerintah selaku pelaksana anggaran telah menyerukan agar DPR tidak lagi
memiliki wewenang untuk membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
hingga Satuan Tiga. Akan tetapi yang orang tampaknya lupa, sejarah negara
Indonesia di masa orde baru telah mengajarkan serta mengingatkan kita bahwa
lembaga eksekutif janganlah diberi keleluasaan yang terlampau besar dalam
menyusun anggaran, tanpa adanya mekanisme pengawasan dari DPR. Singkatnya, keterlibatan
DPR dalam pembahasan APBN hingga Satuan Tiga adalah produk sejarah reformasi
Indonesia. Selain itu tanpa fungsi anggaran, DPR akan menjadi macan tanpa taji
ketika melaksanakan fungsi pengawasannya. Keberadaan fungsi anggaran bisa
digunakan DPR sebagai salah satu bentuk reward
& punishment terhadap penilaian
kinerja pemerintah atau institusi yang menjadi mitra kerja di komisinya
masing-masing. Walaupun begitu bila memang semangat jaman sekarang memandang
keterlibatan DPR hingga Satuan Tiga belum cukup menjamin akuntabilitas
penyusunan anggaran, mungkin diperlukan penambahan mekanisme pengawasan
anggaran namun tentunya bukan pengurangan mekanisme yang menyeret kita mundur
ke praktik penyusunan anggaran era Orde Baru.
Permasalahannya faktor keterpilihan seorang caleg
seringkali tidak mengandung pertimbangan kemampuannya untuk nanti menjalankan
fungsi legislatif, pengawasan, dan anggaran sebagai anggota DPR. Faktor
kedekatan, keterkenalan, dan janji-janji lebih menjadi pertimbangan pemilih di
lapangan kala kampanye perang Bharata Yuda pileg berlangsung. Kita tidak bisa menyalahkan pemilih
sepenuhnya, melainkan parpol dan caleg sendiri yang harus menjadi lebih baik.
Mulai dari tahap penjaringan caleg serta pendidikan politik oleh parpol, hingga
kesadaran dari caleg itu sendiri untuk menyiapkan kapasitas dirinya menjalankan
tiga (3) fungsi anggota DPR.
Ketiga fungsi anggota DPR, legislatif, pengawasan,
dan anggaran, mengerucut kepada satu manfaat penting keberadaan mereka dalam
sistem demokrasi Indonesia, yaitu anggota DPR secara kolektif sebagai pemberi
solusi. Di fungsi legislatif, anggota DPR diharapkan memberi solusi bersama
pemerintah menyusun payung hukum yang dapat menyelesaikan masalah tertentu. Di
fungsi pengawasan, anggota DPR diharapkan memberi solusi alternatif dari
pelaksanaan program atau pengambilan kebijakan pemerintah agar apa yang
dijalankan benar-benar menyelesaikan masalah yang ada di rakyat. Di fungsi
anggaran, anggota DPR diharapkan memberi solusi agar alokasi anggaran negara
dapat benar-benar menyejahterakan kehidupan rakyat.
Satu manfaat tersebut yang saat ini sangat dinantikan
dan diharapkan orang agar lahir dari DPR, baik sebagai anggota maupun kesatuan
institusi. Walaupun negara kita sudah masuk G-20, masih begitu banyak masalah
yang membutuhkan solusi. Mulai dari korupsi, pertumbuhan ekonomi yang tidak
merata, terkikisnya identitas bangsa, dan lain lain. Solusi-solusi atas
berbagai masalah itu yang ditunggu dari anggota DPR.
No comments:
Post a Comment