“Wahai
Putra Putri Bangsa, bersatulah! Di tanganmu Indonesia hebat!” kalimat yang penulis
dengar dari radio dan lihat di televisi dalam iklan #INDONESIAHEBAT,
ditayangkan dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2013 oleh
BP Pemilu PDI Perjuangan. Iklan ini menarik perhatian penulis dalam tiga
perspektif, yaitu sebagai kader PDI Perjuangan, sebagai pemerhati komunikasi,
dan sebagai pemuda Indonesia.
Perspektif
pertama adalah sebagai kader PDI Perjuangan. Mendengar Ketua Harian BP Pemilu PDI
Perjuangan Puan Maharani mengucapkan kalimat “Wahai Putra Putri Bangsa,
bersatulah, di tanganmu Indonesia hebat!” dengan lantang dan tegas, hati
penulis tergerak. Bukan hanya karena penulis juga sebagai Tenaga Ahli beliau di
DPR, namun karena di dalam satu kalimat itu terkandung semangat sejarah
pemikiran Indonesia, kekhawatiran masa kini di benak orang Indonesia, dan
harapan atas masa depan yang terpendam di hati banyak rakyat.
Pada
tanggal 28 Oktober 1928, kalangan muda Indonesia mengabadikan nama mereka dalam
catatan sejarah bangsa dengan meneriakkan persatuan kala bangsanya terpecah
belah di bawah penjajahan. Mereka dengan bangga menamakan dirinya “putra-putri
Indonesia” sebelum Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Sebuah pemikiran dengan
kesan sederhana, tapi bila dilihat dan dirasakan dengan keadaan jaman tersebut,
“Sumpah Pemuda” adalah pemikiran progresif dan jauh melampaui masanya.
Di
masa sekarang, kekhawatiran atas persatuan masih begitu kuat mengemuka. Konflik
sosial menurut data pemerintah telah meningkat dari 77 kasus di tahun 2011,
menjadi 128 kasus di tahun 2012. Bentrokan antar penganut agama masih sering
kita baca di media, bahkan mungkin bagi banyak orang masih dirasakan dalam
kehidupan sehari-hari. Pilar Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara kita dengan penekanan pada persatuan seakan dapat rubuh begitu saja.
Ke
depannya tentu kita tidak ingin Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terpecah
belah. Konflik sosial harus secara drastis berkurang jumlahnya, bila tidak bisa
hilang seluruhnya. Harapan atau impian ini jatuh menjadi tanggung jawab di
pundak pemuda-pemudi Indonesia masa kini. Terlebih saat ini data BPS
menunjukkan ada sekitar 168 juta orang Indonesia berusia muda di bawah umur 40
tahun, atau sekitar 67 persen dari total 250 juta jumlah penduduk Indonesia. Di
sinilah makna “di tanganmu Indonesia hebat!” menjadi sangat relevan, sebab
memang nasib Indonesia akan menjadi hebat atau terjerembab ada di tangan 168
juta muda-mudi Indonesia.
Para
pemegang masa depan Indonesia harus sadar bahwa potensi sumber daya alam
Indonesia akan terus statis tertidur atau ‘diculik’ orang lain bila sumber daya
manusianya tidak secara dinamis bergotong royong menjadikan Indonesia Hebat.
Teringat sebuah kalimat dari perayaan Hari Sumpah pemuda tahun 2012 oleh Puan
Maharani “Bila pemuda bangsa tahun
1928 menjawab tantangan penjajahan dengan persatuan, maka pemuda Indonesia masa
kini bisa menjawab tantangan krisis multidimensi dengan tampil sebagai
pionir-pionir penuh prestasi di bidang keahlian dan bidang kecakapannya
masing-masing” (http://bit.ly/UEQmBZ). Di sinilah salah satu kunci untuk
menjadikan Indonesia Hebat, yaitu pada orang-orangnya terutama pada prestasi
kalangan mudanya.
Perspektif
kedua penulis adalah sebagai pemerhati komunikasi, terutama komunikasi politik.
Bagi mereka yang sering melihat iklan partai politik atau tokoh politik,
umumnya iklan di hari-hari besar nasional seperti Sumpah Pemuda hampir serupa
antara satu dengan yang lain. Kata-kata seperti “mari kita rayakan…” atau “kami
ucapkan selamat…” sangat sering digunakan. Sedangkan begitu mendengar dan
melihat iklan #INDONESIAHEBAT, penulis langsung terhenyak karena ini secara
menarik berbeda dengan iklan-iklan yang umum mengudara di hari-hari nasional
seperti hari Sumpah Pemuda. Tentu sesuatu yang secara menarik berbeda akan mengundang
perhatian banyak orang karena menyentuh sebuah paham di alam bawah sadar
mereka. Contoh bila kita sudah terbiasa, bahkan menerima, bahwa transportasi
umum murah itu pasti tidak nyaman, maka saat ada yang menyatakan bahwa ada
transportasi umum murah tapi nyaman sudah hampir pasti kita jadinya
memerhatikan pernyataan tersebut. Seperti itulah iklan #INDONESIAHEBAT di mata penulis
sebagai pemerhati komunikasi.
Iklan
BP Pemilu seakan menjadi angin segar yang menunjukkan bahwa di saat banyak
orang berpikir komunikasi politik Indonesia itu membosankan, ternyata masih ada
pelaku komunikasi politik kita yang bisa dan mau menggunakan cara-cara kreatif dalam
menyampaikan pesannya. Selain itu sebagai orang yang mendalami ilmu komunikasi
politik, iklan #INDONESIAHEBAT tersebut bisa menjadi bibit terobosan baru dalam
strategi komunikasi politik. Sebab dalam teori komunikasi politik umumnya hanya
dikenal dua kelompok strategi utama dengan fokusnya pada perbandingan, yaitu
“teruskan” atau “berubah”. Namun #INDONESIAHEBAT menunjukkan bahwa ada kelompok
strategi ketiga yang melepaskan diri dari tradisi lama strategi pertentangan
komunikasi politik, dengan mengedepankan kepentingan bersama sebagai sebuah
bangsa.
Perspektif
ketiga penulis adalah sebagai pemuda Indonesia. Di masa sekarang, tingkat
apatisme dan individualisme pemuda-pemudi Indonesia makin mengkhawatirkan.
Terlebih lagi berbagai studi atas generasi Milenial menunjukkan mereka makin
dikenal secara global sebagai generasi yang lebih memikirkan diri sendiri,
keluarga, dan kelompok kecil pertemanan dibanding kepentingan bangsa. Seperti
tulisan penulis sebelumnya, generasi Milenial baik di dunia maupun di Indonesia
tampaknya masih mencari bentuk nasionalisme-nya sendiri (http://bit.ly/XIzokR). Dalam keadaan sekarang-lah seruan
untuk bersatu menjadikan Indonesia Hebat menjadi sangat penting karena ini
menjadi salah satu pilihan bentuk nasionalisme kalangan muda Indonesia yang
sekaligus menangkap semangat masa lalu, masa kini, dan masa depan bangsa Indonesia.
Lihat
saja betapa bangganya kita semua kala tim nasional sepakbola Indonesia U-19
mengakhiri puasa gelar 22 tahun timnas Indonesia dengan memenangkan kejuaraan
AFF U-19 2013. Contoh lain adalah kebanggaan saat murid-murid bangsa mempertahankan
tradisi memperoleh emas di Olimpiade Fisika Internasional selama 10 tahun
berturut-turut. Belum lagi berbagai prestasi muda-mudi Indonesia yang sayangnya
tidak terlalu diketahui seperti keberhasilan Fahma Waluya Rosmansyah, anak umur 15 tahun yang menjadi juara
pertama lomba pembuatan software di Kuala Lumpur, Malaysia untuk
kategori best secondary student project
dalam ajang Asia Pacific Information and Communication Technology Award
(APICTA) International tahun
2010 yang lalu.
Berbagai
prestasi sesama anak bangsa tersebut membuat penulis makin bersemangat untuk
bisa bersama pemuda-pemudi Indonesia lainnya untuk bekerjasama membangkitkan
potensi statis Indonesia menjadi sesuatu yang dinamis. Membangkitkan Indonesia
agar bukan hanya menjadi pasar terbesar di Asia Tenggara, tapi dapat juga
menjadi produsen terbesar di Asia Tenggara. Menggerakkan Indonesia sehingga
bukan hanya menjadi Negara dengan jumlah kelas menengah yang banyak, tapi juga
memiliki jumlah kelas kreatif yang besar (http://bit.ly/RSL8Ae). Intinya bersatu dengan muda-mudi
Indonesia lainnya untuk menjadikan Indonesia Hebat.
great
ReplyDeletehubungannya dengan Buku Indonesia di Tanganmu apa mas?
ReplyDeleteThx mas. Aku belum baca buku "Indonesia di Tanganmu" jadi gak tahu juga ada hubungan apa gak
Delete