Banyak artikel tentang demokrasi yang memulai dengan pembahasan akar kata demos dan kratos yang berarti kekuasaan rakyat. Pengalaman bangsa Indonesia selama Orde Baru sangatlah jauh dari kata demokrasi. Saat itu kemajuan ekonomi dibayar dengan kebisuan kritik dan tumpulnya pemikiran kritis, di bawah kepemimpinan oligarki. Setelah tiga kali Pemilihan Umum yang ‘bebas’ sejak 1998, sekarang ini kita melihat munculnya fenomena baru saat suara rakyat mengalahkan suara kekuasaan struktural. Seperti yang terjadi pada kasus Prita, Bibit-Chandra, dan Bank Century. Ketiganya merupakan contoh ideal kembalinya demos dalam kata demokrasi.
Selama masa Orde Baru, bangsa Indonesia mengenal demokrasi kopong. Dari luar tampaknya baik namun isinya tidak ada. Saat itu Indonesia menyatakan diri sebagai penganut demokrasi tapi yang terjadi adalah oligarki menjurus diktatorial. Pembangunan ekonomi kita yang dikatakan maju diselimuti oleh kestabilan berdasarkan ketakutan. Jangankan menyuarakan perbedaan atau kritik politik, berpikir berbeda pun kita dihambat secara sistematis melalui sistem pendidikan dan penyuluhan.