January 09, 2014

Seru Pilpres, Perlu Pileg

Indonesia sudah masuk tahun politik dengan akan dilangsungkannya pemilihan umum legislatif (Pileg), pada bulan April 2014, dan pemilihan presiden (Pilpres), sekitar bulan Juli 2014. Membaca berbagai pemberitaan media massa dan diskusi publik di jejaring sosial seperti Twitter, tampak perhatian banyak orang lebih tertuju kepada Pilpres dibandingkan Pileg.

Setidaknya ada tiga faktor mengapa ini terjadi. Pertama, figur tokoh yang dianggap/menyatakan akan menjadi capres lebih menarik ketika dibahas baik di media massa maupun jejaring sosial. Kedua, hasil Pileg lebih kurang ketepatan perkiraan hasilnya dianggap sudah tinggi. Ketiga, tingkat kepercayaan publik/pemilih kepada partai politik (parpol) sedang berada di titik yang rendah.

Novel Capres 2014
Hampir setiap diskusi tentang Pilpres atau capres sangat seru karena begitu variatif, menarik disimak, dan dikomentari banyak pihak. Pembahasan tentang figur seperti Ibu Megawati, Joko Widodo, Prabowo, Aburizal Bakrie, Wiranto, para peserta konvensi Capres Partai Demokrat memikat masyarakat seperti sebuah novel memikat pembacanya.

Cerita masing-masing tokoh serta interaksi antar mereka menarik perhatian banyak orang. Ada bumbu intrik, misteri, pertemanan, dan permainan politik dalam pemberitaan dan pembahasan para tokoh dalam bursa capres. Membaca cerita capres 2014, sudah hampir seperti membaca novel “Game of Thrones” yang menjadi populer karena cerita interaksi berbagai tokoh di dalamnya. Ada tokoh yang kita dukung, ada yang kita benci, dan semuanya kita ikuti untuk mengetahui bagaimana ceritanya akan berakhir.

Hasil Pileg Tentukan Hasil Pilpres
Namun kita jangan lupa bahwa hasil Pilpres akan bergantung pada hasil Pileg, walaupun mungkin kalah populer pembahasannya. Dalam UU No. 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tertulis bahwa pasangan capres dan cawapres harus diusulkan parpol atau gabungan parpol dengan perolehan kursi DPR paling sedikit 20 persen atau 25 persen suara sah nasional dalam Pileg. Kedua angka tersebut yang kemudian dinamakan presidential threshold sebagai istilah umumnya. Maka jelas hasil Pileg adalah variabel legislasi penting yang akan turut menentukan hasil Pilpres 2014.

Di kalangan para pengamat politik dan politikus ada anggapan bahwa hasil Pileg sudah hampir bisa dipastikan dengan pemenangnya antara PDI Perjuangan atau Golkar. Survei Kompas tanggal 27 Agustus 2013 menunjukkan PDI Perjuangan elektabilitasnya tertinggi (23,6%), disusul oleh Golkar (16%), Gerindra (13,6%), Partai Demokrat (10,1%), PKB (5,7%), PPP (4,8%), Nasdem (4,1%), Hanura (2,7%), PAN (2,5%), PKS (2,2%), dengan undecided voters 13,4%. Kebanyakan hasil survei lainnya juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda.

Perlu diingat bahwa berbagai hasil survei Pileg lebih menunjukkan jumlah suara nasional yang bisa diperoleh sebuah parpol, bukan jumlah kursi di DPR nantinya. Jadi pembahasan survei-survei Pileg juga masih sangat condong kepada prediksi warna peta politik untuk Pilpres.

Tentu ini dengan perkiraan bahwa tidak akan ada perubahan atas UU No. 42/2008 di DPR. Hingga saat ini di DPR belum diputuskan nasib UU tersebut. Hasil Sidang Paripurna pada 24 Oktober 2013 hanya memutuskan bahwa pembahasan UU No. 42/2008 ditunda tapi tidak dikeluarkan dari Prolegnas 2013. Bahkan bila UU Pilpres yang baru sudah diputuskan pun kita masih harus perhitungkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebab sudah hampir pasti UU Pilpres yang baru akan digugat di MK, apapun hasilnya.

Keputusan MK nantinya atas UU Pilpres yang baru tidak bisa diremehkan. Kita sudah melihat sendiri bagaimana menjelang pemilu 2009 sebuah keputusan dari MK, perihal caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak, telah menjungkirbalikkan peta politik saat itu. Menjadi lebih menarik bagaimana MK akan menyikapi gugatan atas UU Pilpres di tengah prahara yang menyelimuti insitusi tersebut dengan kasus dugaan korupsi yang menimpa mantan ketua-nya serta kerusuhan di kantor MK baru-baru ini atas putusan terhadap sengketa salah satu hasil pilkada.

Cobaan bagi Parpol
Terlepas dari prediksi hasil Pileg maupun Pilpres 2014, parpol-parpol di Indonesia memang sedang menghadapi cobaan berat dalam meraih kepercayaan dan minat masyarakat untuk mendukung mereka. Dugaan korupsi, tren afiliasi masyarakat terhadap sebuah parpol cenderung menurun, dan data International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA) turut menunjukkan tren pemilih atau voter turnout di dunia cenderung menurun. Begitu juga di Indonesia walaupun angka voter turnout kita masih tinggi di kisaran 70 persen.


Bagaimanapun kondisinya, parpol sebagai komponen penting dalam sistem demokrasi perlu terus memberi pendidikan politik kepada rakyat tentang pentingnya terlibat dalam proses demokrasi seperti Pileg. Sebab walaupun kalah popularitas tapi Pileg di Indonesia secara konstitusional tidak kalah penting dalam menentukan arah hasil Pilpres. Bahkan ketika pemilu 2014 telah selesai, hasil Pileg akan mewarnai proses legislasi, pengawasan, dan anggaran Negara yang mempengaruhi kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Melalui Pemilu-lah rakyat Indonesia memiliki kuasa menentukan masa depan 5 tahun Negara ini.

No comments:

Post a Comment